menubar

Jan 24, 2014

Cerita Banjir 24 Januari 2014

Iya, topik di kantor hari ini masih seputar banjir dikuti macet. Cerita tentang perjuangan pulang dari kantor kemarin hingga perjuangan berangkat ke kantor pagi tadi. Masih sama, banjir dimana-mana, putar-putar cari jalan alternatif. Nggak sedikit juga yang putar balik kembali ke rumah.

Ini cerita perjuangan saya. Pulang kerja kemarin saya tempuh dalam waktu 90 menit, empat kali lipat dari waktu normal yang biasanya hanya 20 menit saja. Seharian saya tanya banyak orang tentang rute pulang dari kantor ke rumah. Jadi bingung, karena dari informasi berbagai pihak, air makin tinggi. Benar saja, jalan di depan pabrik yang paginya masih normal, sore hari tergenang air hampir selutut. Hmmm...lumayan. Nekat lagi, hampir jatuh tapi Alhamdulillah masih selamat.

Yang membuat sedikit lega, ada seorang teman yang bilang di perempatan pasar Genuk biasanya ada ojek tossa jika banjir separah ini. Oke, berbekal informasi itu saya pulang lewat Genuk, tidak lagi berani lewat Dong Biru. Saya memprediksi air di situ akan lebih tinggi mengingat kondisi air di Kaligawe juga meninggi. Entah prediksi saya benar atau salah. Sampai di perempatan pasar, beberapa tossa siap mengangkut motor beserta pengendaranya. Tanpa pikir panjang, langsung saja saya naik tossa dengan tarif tiga puluh ribu rupiah. Nggak papa lah, yang penting saya dan motor selamat, nggak harus nuntun motor karena mogok. Rute yang dilewati Karang Roto. Hahahaa... saya tidak tahu jalan itu, ternyata jauh sekaleeeeeeee. Ngeri juga naik tossa, berasa tidak ada perlindungan sama sekali. Satu tossa di muati dua motor dan tujuh orang. Alhamdulillah, bersyukur pada Allah, saya bisa pulang.

Cerita tadi pagi. Saya berangkat ke kantor melewati Dong Biru lagi. Sepertinya air lebih tinggi dari kemarin pagi. Nekaaaaaaaaaattttt lagi, tapi tetap berdoa sepanjang jalan. Alhamdulillah selamat. Nah, pas masuk kawasan industri yang membuat saya takut. Daripada jatuh, mending motor saya tuntun. Hehehee... jalan melewati banjir itu berat ya, apalagi sambil nuntun motor di jalan yang tidak rata. Namun ada orang baik hati mau mendorong motor, membantu saya. Mungkin dia kasihan melihat saya. Terimakasih ya Pak, semoga kebaikan anda mendapat balasan dari Allah. Separo perjalanan, ada CS tempat saya bekerja menjemput dan membantu saya. Alhamdulillah lagi. Terimakasih ya mas.

Siang ini sepertinya sudah ada matahari meski agak sedikit malu-malu.

Pulang nanti? Ya lihat kondisi nanti saja mau lewat jalur mana. Semoga air sudah surut. *berdoa, hening, sekian*

Jan 23, 2014

Cerita Banjir 23 Januari 2014

Kebetulan saya bekerja di sebuah kawasan industri yang terkenal banjir. Baru tujuh bulan. Kalau musim hujan ya banjir air hujan, kalau pas nggak musim hujan ya tetep banjir karena rob. Jadi sepertinya saya sudah lumayan akrab dengan banjir. Meski banjir, jalanan masih bisa dilalui kendaraan. Tapi banjir hari ini kok lain. Semarang di guyur hujan dengan intensitas yang lumayan besar.

Pagi tadi, seperti biasa saya melewati Jalan Wolter Monginsidi. Bismillah, semoga nggak macet dan nggak parah banjirnya. Sampai di Dong Biru, jalan lurus itu kok sepi. Nggak ada kendaraan yang berani lewat. Jalan beraspal itu hancur tergenang banjir dengan air berwarna coklat keruh, dalam. Lubang besar dan curam terkesan seperti ranjau, bertebaran tidak beraturan. Siap meminta korban yang sedang “beruntung”. Semua motor belok kiri melewati jalur alternatif. Saya ikut saja meski belum tahu jalan itu. Saya sih mikirnya, nih orang-orang pasti cari jalan keluar menuju Kaligawe. Dan oh, ternyata. Jalannya banjir juga. Hampir selutut. Beberapa motor berbalik arah, tapi banyak juga yang pantang menyerah. Termasuk saya salah satunya. Antara nekat berani dan nekat karena tidak tau. Doa tidak putus dilantunkan dalam hati agar selamat baik motor maupun pengendaranya. Agak sedikit trauma dengan motor mogok beberapa hari yang lalu.

Alhamdulillah, selamat sampai kantor. Tidak mogok, tidak mendorong motor dan tidak telat. Berati tidak dipotong gaji. Berangkat kerja hari ini, persiapan saya lebih baik dari tempo lalu. Saya membawa celana ganti lengkap dengan dalemannya. Saya tidak memakai sepatu, tapi memakai sendal jepit. Tidak perlu pakai make up, toh nantinya juga luntur kena air hujan. Memakai helm yang kacanya masih jernih jadi mata tidak pedas kena air hujan. :D

Nah, yang bikin bingung pulangnya nih. Kalau berangkat modal nekat karena tidak tau, pulangnya tidak ada nyali karena tahu. Genuk Wolter Monginsidi sudah tidak mungkin dilalui. Padi Raya tambah tidak mungkin. Bisa-bisa nuntun motor lagi. Dong Biru lagi, mungkin bisa. Karang Roto, ada yang bilang dalam, ada yang bilang masih bisa dilalui motor dan tidak mogok. Sawah besar, lewat Kaligawenya yang banjir. Masak iya harus lewat sayung muter Mranggen? Jauh bow, dan yang pasti saya tidak tahu jalannya. :P

Bismillah, semoga nanti selamat sampai di rumah. Ketemu Fio dan semuanya. Aamiin. No plan mau lewat mana, ntar ngikut orang-orang sajah.