Jumat 09 Okt 2015
Begitu sampai rumah sepulang kerja,
tidak disambut dengan teriakan “Ibu....kkkk... nenen...” dari Fio.
Owh, tumben. Tapi alhamdulillah, karena (maaf) puting saya lecet,
sakit. Fio hanya nenen menjelang tidur. Malamnya rewel minta nenen,
tapi nggak mau nenen.
Sabtu 10 Okt 2015
Dari bangun tidur sampai tidur lagi,
Fio nggak nenen sama sekali. Wow... Wownya dengan semangat banget.
Fio minta nenen sih, tetapi begitu dibuka, dia hanya pegang-pegang
saja. Sesekali dicium. Itu pun hanya dua kali dalam sehari itu. Malamnya masih rewel. Sama dengan hari
sebelumnya, minta nenen tapi nggak mau nenen, hanya pegang saja. Dan
kemudian kembali tidur.
Minggu 11 Okt 2015
Hampir tidak berbeda dengan hari
sebelumnya. Malamnya pun juga begitu.
Senin 12 Okt 2015
Alhamdulillah, enggak ada keinginan
buat nenen sama sekali. Nggak rewel lagi.
Saya? Seneng sekaligus heran. Seneng
sih karena menyapih dengan cinta yang saya upayakan akhirnya berhasil.
Heran? Iya heran, nggak ada omongan apapun, tiba-tiba Fio enggak mau
nenen gitu aja. Saya mulai menyapih pelan-pelan ketika Fio berumur 20
bulan. Sekarang Fio berumur 2 tahun 8 bulan. Setahun. Proses yang
teramat panjang bukan? Nggak mudah ternyata menyapih dengan cinta.
Sempat saya kepikiran buat ngolesin
brotowali atau balsem ke (maaf) payudara, supaya nggak doyan gitu.
Tapi ibu saya dan bapaknya Fio nggak setuju, kasihan katanya. Ibuk
juga bilang “Ngko nak wayahe, yo rak doyan dewe. Suwe-suwe susumu
rasane rak enak. Ngandelo ibuk.”
Dan sekarang, Fio beneran enggak doyan,
enggak nenen lagi. Hurrraaayyyy....
Mungkin Fio sudah ngerti kalau nenen ibuknya sakit, mungkin dia merasa kasihan. Mungkin loh ya. Atau mungkin juga bu guru PAUDnya sering nasehatin Fio supaya nggak nenen karena udah besar. Atau mungkin, emang beneran rasa ASInya udah nggak enak. Apapun itu, semua karena bantuan Yang Maha Kuasa.
Menyapih dengan cinta, tidak menolak namun tidak menawari. Prinsipnya cuma itu sih. Kalau anak sudah siap, dia akan menyapih dirinya sendiri.