Aug 31, 2009

Dia hebat (menurutku...)


Hari ini sudah seminggu lebih kita menjalankan puasa wajib Ramadhan. Bagi kita yang sudah terbiasa menjalankannya dengan suasana kerja di dalam ruangan ber-AC, mungkin nggak terlalu masalah. Berbeda dengan mereka yang kurang beruntung, yang harus bekerja di bawah terik matahari. Pun yang bekerja dengan extra tenaga.

Pagi tadi, rutinitas harian dimulai lagi. Mungkin yang membuat sedikit perbedaan, rumah yang kutinggali sedang dilakukan renovasi. Maklum, banjir bulan Februaru lalu, mengharuskan rumahku untuk direnovasi. Ditinggikan lebih tepatnya, agar banjir tidak lagi menggenang di dalam rumah. Capek ngurasnya. ^_^

Dari kamar, sekilas kudengar percakapan ibuku dengan tukang dan kuli bangunan yang mengerjakan renovasi rumah.
Ibu : "Siyam mas?"
Tukang : "Inggih buk. Insya Allah."
Ibu : "Lha mas'e?"
(mungkin yang ibu maksud adalah kuli bangunan yang satu lagi)
Kuli : "Inggih buk."

Percakapan yang cukup singkat. Tapi coba deh bayangkan. Seorang kuli bangunan tetap berusaha puasa. Dia hanya menginginkan ridho Allah. Meskipun berat dan energi terkuras, tetap ia jalankan karena dia sadar puasa Ramadhan adalah kewajiban setiap muslim yang beriman.

Puasa tidak boleh dijadikan alasan untuk bermalas-malasan. Tetap beraktivitas seperti biasa tanpa mengurangi kekhusyukan puasa. Beruntunglah mereka yang dapat berpuasa selama bulan Ramadhan, karena puasa itu dapat membersihkan Rohani manusia.

Aug 22, 2009

Kolak Ramadhan


Hari ini puasa Ramadhan kali pertama di tahun 2009, 1430H. Semuanya lancar. Aman, terkendali dan kondusif. Tak ada emosi yang tersulut. Menu berbuka yang disediakan ibuk juga ajib banget. Poko'e mak nyus lah. Dan kolak juga nggak absen hari ini.

Tapi kenapa kolak selalu hadir dalam setiap menu berbuka puasa? Pernahkan terpikirkan? Dari hasil penelusuran mbah Gugel, ada satu yang menarik tentang sejarah si kolak ini.

http://ongrosyadi.wordpress.com/tag/kolak/

Nama Kolak pada hakikatnya berasal dari nama Khalik yang artinya Pencipta langit dan bumi Tuhan semesta alam Alloh SWT. Apa kaitannya kolak dan Khalik ? Ulama pada masa itu memang banyak menggunakan istilah-istilah yang mudah dimengeti dengan harapan ajaran Islam mudah dipahami oleh masyarakat.

Menggunakan kolak untuk media mendekatkan dengan sang Pencipta adalah sebuah perumpamaan. Untuk membuat kolak saat itu bahan yang digunakan adalah tela pendem alias ubi dan pisang kepok. Tela pendem ( ketela yang ditanam atau dikubur ) dan pisang kepok( pisang kapok ). Penjelasannya adalah kita harus mengubur dalam-dalam kesalahan yang kita perbuat dan kita harus tobat atau kapok dan tidak mengulangi perbuatan buruk tersebut alias tobat nasuha sehingga kita bisa mendekatkan diri kita kepada sang Khalik yang diumpamakan tela pendem dan pisang kapok yang dicampur dengan bahan-bahan lain sehingga menjadi kolak.

Hmm...ternyata ada makna dibalik kehadiran kolak pada bulan Ramadhan.



Aug 14, 2009

Lelaki itu ...

Hari itu, aktifitasku dimulai seperti biasa. Bangun pagi, siap-siap ke kantor. Rutinitas sehari-hari yang kadang-kadang membuatku bosan. Seperti biasa juga, ada customer datang silih berganti membawa barang-barang yang rusak untuk diganti dengan yang baru. Semuanya tampak biasa saja bagiku.


Siang itu, seorang customer datang dengan Hard disknya yang rusak. Karena masih dalam garansi penggantian. Segera saja aku bergegas ke gudang untuk mengambilkannya hard disk yang baru. Ketika sampai di koridor menuju gudang, ternyata lagi ada pengiriman barang. Berpuluh-puluh kardus memenuhi koridor, yang merupakan satu-satunya akses menuju gudang. Karena tak bisa melewatinya, akhirnya kuputuskan untuk menundanya sebentar, dan aku meminta customer itu untuk bersabar sementara waktu.


Beberapa saat aku kembali lagi, dan kulihat salah satu kuli angkutnya sudah beruban. Perasaan kasihan bercampur dengan salut. Kulitnya yang hitam mulai menampakkan keriput disana-sini. Rambutnya hampir seluruhnya telah berubah warna. Nafasnya memburu, keringatnya bercucuran, peluh membasahi kaos coklat yang ia kenakan. Sejenak dalam hati aku berpikir, dia yang sudah tua masih saja membanting tulang. Bukankah seharusnya, dia yang sudah senja, diam dirumah dan menikmati masa tuanya. Bermain bersama cucu-cucunya.


Tapi pasti ada ribuan alasan kenapa dia masih bekerja di hari tuanya. Tapi aku salut banget dengan bapak tua itu. Masih bersemangat. Saat itu, aku malu dengan diriku sendiri. Aku masih muda, masih banyak impian yang ingin kuraih, tapi terkadang aku malas. Malas ke kantor, malas berangkat kuliah. Padahal yang harus kulakukan tidak seberat pekerjaan bapak itu. Malu pada diri sendiri.


Lalu aku juga teringat dengan seorang pemuda yang kulihat di perempatan jalan minggu lalu. Berperawakan agak gemuk, dan kutaksir kira-kira 26 tahun usianya. Tak ada sedikitpun perasaan iba ketika dia menyodorkan sterofoam bekas pop mi kearahku. Sambil memberikan isyarat menolak dengan tangan kananku, aku berlalu karena memang traffic light sudah menyala hijau. Badannya masih segar meskipun kulitnya terbakar matahari. Masih dalam usia produktif, seharusnya dia tidak menggantungkan hidupnya dari belas kasihan orang alias pengemis. Masih banyak pekerjaan yang bisa dia dapatkan dengan postur tubuh seperti itu. Entah menjadi kuli panggul di pasar, tukang parkir, tukang ojek atau pekerjaan apapun yang penting halal dan bukan pengemis.



Sangat kontras dengan semangat bapak tua kuli angkut tadi. Sebagai manusia, kita harus tetap semangat dan tetap bekerja keras. Jangan biarkan usia mengalahkan kita.


Keep on fighting…!!!

Aug 9, 2009

Nggak ada yang lain lagi?

Bosen menatap butir-butir pil itu. Sudah berapa puluh butir pil harus kutelan selama dua minggu ini. Tapi aku ingin sembuh. Aku ingin kembali beraktifitas seperti dulu. Semoga Allah memberikan kesehatan.