Harry Potter membelai lembut Hedwig yang sedari tadi terlihat lesu. Harry tidak tahu apa yang sedang dirasakan si burung hantu kesayangannya itu. Yang pasti sudah dua hari Hedwig terlihat tidak bersemangat. Namun nafsu makannya masih besar. Tentu saja hal ini membuat risau Harry Potter. Harry mencoba mencari tahu apa yang terjadi.
Harry mengeluarkan handphonenya dan segera melakukan panggilan. Diujung sana, Hermione mengangkat telepon dari Harry.
“Hai Hermione, bagaimana liburanmu? Seru kah?"
“Aku suka sekali liburan kali ini Harry. Ada apa harry? Ada masalah?”
“Ehm... begini, sudah dua hari ini Hedwig lesu dan tidak bersemangat. Aku tidak tahu penyebabnya.”
“Coba kau hubungi Hagrid. Semoga dia bisa membantumu Harry.”
“Hermione, kau tahu Hagrid susah dihubungi. Seandainya hagrid memakai simPATI, tentu tidak akan bermasalah dengan sinyal.”
Obrolan pun berlanjut. Tentang liburan seru Hermione bersama keluarga. Tentang Ron Weasley, tentang banyaknya tugas yang harus diselesaikan Harry selama liburan kali ini. Dan tentang update status “You Know Who” yang meresahkan banyak pihak. Ngobrol berjam-jam dengan talkmania dari simPATI memang hemat.
Sore itu udara terasa kering dan dingin. Harry merebahkan diri di atas kasurnya, masih menatap Hedwig. Mencoba mengurangi lelahnya.
“Owh, Hedwig, jangan menatapku seperti itu. Aku menyayangimu.”
Saat matanya mulai terpejam karena kelelahan, terdengar alunan merdu pertanda ada panggilan masuk dari handphone Harry. Ternyata ada Ginny Weasley di ujung sana. Degup jantung Harry bertambah cepat, dan suaranya terdengar sedikit gugup. Tetapi Harry berusaha senormal mungkin, menyembunyikan rasa kaget bercampur bahagianya. "Wow, Ginny menelponku. What a wonderful world." Harry berkata dalam hati.
"Hi Harry, how are you?"
"I'm fantastic. Thank you."
“ Harry, kamu ada acara Jumat nanti? Aku punya dua tiket nonton nih dari simPATI.”
“Benarkah? Sounds great. I’ll be there” Suara Harry terdengar antusias. Kedua pipinya memerah. Seandainya Ginny tahu.
Beberapa hari ini Harry disibukkan dengan tumpukan tugas dari Profesor Snape. Harry mencari bahan makalahnya dari berbagai sumber. Kadang dia mengerjakan tugasnya di perpustakaan, terkadang hanya di kamarnya sambil berhadapan dengan laptop baru pemberian Sirius Black lengkap dengan modem flash-nya. Sungguh minggu yang teramat berat bagi Harry. Harry juga sering menelepon Hermione, Ron dan Neville Longbottom untuk berdiskusi mengenai tugasnya. Talkmania dari simPATI sungguh bermanfaat. Tetapi di sela-sela kesibukannya, Harry tetap membalas tweet dari Hermione dan Ron Weasley. Internetan puas dengan lima ribu. Dan ajakan Ginny membuatnya lebih bersemangat untuk segera menyelesaikan tugas dari Profesor Snape yang harus dikumpulkan minggu depan.
Hari Jumat yang ditunggupun tiba. Jumat yang cerah. Rambut rapi. Baju keren. Sedikit semprotan parfum mint segar menambah rasa percaya diri Harry. Harry segera berangkat untuk menjemput Ginny, setelah berpamitan dengan Hedwig. Hedwig masih seperti sebelumnya, tidak bergairah.
“Filmnya seru ya.” Ketika mereka berjalan keluar dari gedung bioskop.
“Iya, apalagi nonton bareng kamu Ginny.”
Ketika mereka asyik mengobrol, tiba-tiba langit berubah menjadi hitam. Awan tebal mendadak memenuhi langit yang tadinya cerah. Angin membawa kabur dedaunan kering. Dan burung-burung seketika berhenti berkicau. Udara dingin membuat bulu kuduk berdiri. Kesenyapan menyelimuti kota sore itu. Menakutkan. Menegangkan. Mencekam.
Ginny mendekap erat lengan Harry, berlindung dari udara dingin yang menusuk tulang, merasuk hingga ke sunsum. Bayangan hitam mendekat ke arah Harry. Melayang. Berputar di atasnya. Wajahnya tidak terlalu jelas. Tetapi suaranya sangat mudah dikenali, you know who. Sedetik kemudian, bayangan itu mendarat tepat di depan Harry. Dan Ginny terlempar beberapa meter menjauh dari mereka berdua.
“Hallo Harry Potter.” Badannya condong ke arah Harry Potter.
“Harry Potter, kau penyihir yang sombong.” Telunjuk Lord Voldemort berada tepat di hidung Harry Potter yang sudah mulai memerah karena dingin.
“Aku sudah menunggu kesempatan ini.”
“Lakukan apa yang kuminta dan dunia akan kembali damai.”
“Tidak.”
“Kau telah mengacaukan dunia sihir, menebar terror dengan status konyolmu.” Harry Potter tetap bersikeras.
Suasana bertambah mencekam. Langit semakin hitam. Angin semakin kencang. Duel maut keduanya bisa dimulai kapan saja. Apakah kekuatan Lord Voldemort bias mengalahkan Harry Potter?
Disaat yang genting seperti ini pun, Harry masih bisa merasakan handphone-nya bergetar. Ada panggilan masuk dan sms bertubi-tubi. Mungkin banyak yang mengkhawatirkan kondisinya. Albus Dumbledore, Hermione, Ron Weasley, Sirius Black, Hagrid hingga Profesor Snape.
“Please Harry” Lord Voldemort memintanya sekali lagi, tetapi dengan wajah yang sedikit memelas.
"Aku janji tidak akan melakukan hal-hal buruk seperti dulu lagi. Tidak akan mnegumpat di facebook, twitter dan blog."
Tidak tega melihat wajah Lord Voldemot, Harry segera mengambil handphone dari saku celananya. Terlihat sedikit sibuk mengetikan sesuatu.
Mantra terakhir yang diucapkan Harry Potter "Patronus Confirmo” Harry mengkorfimasi ajakan pertemanan Lord Voldemort. Dan kini mereka terkoneksi menjadi teman dalam situs jejaring sosial facebook. Oh, indahnya. Untung pakai simPATI.
Kini, langit kembali berwarna jingga. Udara menjadi lebih hangat dan angin sepoi-sepoi mendamaikan hati keduanya.
Pertemanan itu sungguh indah dan simPATI memudahkan segalanya. Hedwig kembali tersenyum dan bersemangat.