Ternyata sudah tiga tahun lebih saya menjalani rutinitas bekerja sambil kuliah. Sebentar lagi bikin skripsi. Skripsi selesai, dinyatakan lulus, lanjut wisuda. Indah sekali. ^^,
Tapi bekerja sambil kuliah itu sungguh tidak mudah. Saya harus pandai mengatur jadwal. Jadwal kuliah dan kerja tidak boleh bertabrakan. Kadang saya harus mengorbankan kuliah jika memang pekerjaan tidak bisa ditunda. Saya harus menunaikan kewajiban. Bekerja pada orang lain. Saya juga harus bena-benar menjaga stamina tubuh. Disaat orang lain instirahat setelah bekerja seharian, saya masih harus tetap kuliah di malam harinya. Dan itu setiap hari dari Senin hingga Jumat. Terkadang ada rasa malas. Tapi saya harus tetap semangat. Jika sedang banyak tugas, tak jarang saya begadang untuk menyelesaikannya. Ini konsekuensi dari pilihan yang saya ambil. Namun, godaan terberat bagi saya adalah cuaca. Saya paling tidak tahan air hujan. Tapi saya harus bersemangat menyelesaikan kuliah.
Iya, saya memang tidak mempunyai kesempatan seperti orang lain kebanyakan. Kesempatan untuk meneruskan kuliah setelah menamatkan sekolan menengah atas. Kesempatan memperoleh gelar sarjana. Tapi saya tidak bersedih dan juga tidak menyesal. Manusia punya jalannya masing-masing. Ikuti dulu arus kehidupan jika kita tak punya kuasa untuk melawannya. Namun, tak boleh selamanya hanya pasrah. Suatu hari, harus ada keinginan untuk mengubah nasib.
Saya menamatkan pendidikan SMA tahun 2003. Saya sempat merasakan jadi anak kuliahan selama setahun. Pergi ke kampus pagi hari, bersosialisasi dengan mahasiswa lain, pulang sore, jalan-jalan. Ya seperti itulah. Kemudian, secara tiba-tiba, saya memutuskan untuk bekerja saja. Dan dengan berat hati, ibu memberi ijin. Dan saya terbang ke Batam. Jauh kan? Dari Semarang ke Batam di usia 20 lewat 3 bulan.
Batam sedikit banyak memberi perubahan dalam hidup saya. Saya dituntut mandiri. Benar-benar mandiri. Tidak ada yang bisa diandalkan di sini. Saya harus bisa menyelesaikan semuanya sendiri, atau hanya akan menambah beban orang tua jika saya sering mengeluh. Saya harus kuat di perantauan.
Alhamdulillah, Batam tidak sekejam dan sesuram penggambaran media. Saya bekerja di perusahaan yang cukup keren waktu itu meski berawal sebagai operator produksi. Ini kali pertama saya bekerja. Saya harus kuat. Tiga bulan setelah bergabung di perusahaan itu, saya mendapat kesempatan lebih baik. Saya tidak lagi menjadi operator produksi tetapi saya bergabung di divisi Finance & Accounting. Dari sanalah pengalaman dan ilmu saya dapatkan, termasuk perubahan cara berpikir dan memandang hidup.
Iya, saya memang tidak mempunyai kesempatan seperti orang lain kebanyakan. Kesempatan untuk meneruskan kuliah setelah menamatkan sekolan menengah atas. Kesempatan memperoleh gelar sarjana. Tapi saya tidak bersedih dan juga tidak menyesal. Manusia punya jalannya masing-masing. Ikuti dulu arus kehidupan jika kita tak punya kuasa untuk melawannya. Namun, tak boleh selamanya hanya pasrah. Suatu hari, harus ada keinginan untuk mengubah nasib.
Saya menamatkan pendidikan SMA tahun 2003. Saya sempat merasakan jadi anak kuliahan selama setahun. Pergi ke kampus pagi hari, bersosialisasi dengan mahasiswa lain, pulang sore, jalan-jalan. Ya seperti itulah. Kemudian, secara tiba-tiba, saya memutuskan untuk bekerja saja. Dan dengan berat hati, ibu memberi ijin. Dan saya terbang ke Batam. Jauh kan? Dari Semarang ke Batam di usia 20 lewat 3 bulan.
Batam sedikit banyak memberi perubahan dalam hidup saya. Saya dituntut mandiri. Benar-benar mandiri. Tidak ada yang bisa diandalkan di sini. Saya harus bisa menyelesaikan semuanya sendiri, atau hanya akan menambah beban orang tua jika saya sering mengeluh. Saya harus kuat di perantauan.
Alhamdulillah, Batam tidak sekejam dan sesuram penggambaran media. Saya bekerja di perusahaan yang cukup keren waktu itu meski berawal sebagai operator produksi. Ini kali pertama saya bekerja. Saya harus kuat. Tiga bulan setelah bergabung di perusahaan itu, saya mendapat kesempatan lebih baik. Saya tidak lagi menjadi operator produksi tetapi saya bergabung di divisi Finance & Accounting. Dari sanalah pengalaman dan ilmu saya dapatkan, termasuk perubahan cara berpikir dan memandang hidup.
Batam memberi banyak hal untuk saya. Dari pulau ini juga, doa keinginan saya satu-persatu terwujud. Sejak dulu, saya ingin melangkahkan kaki ke luar negeri bukan sebagai TKW tetapi turis. Ketika saya tiba di Singapura untuk pertama kali, ada rasa senang dan bahagia, sulit diungkapkan dengan kalimat. Akhirnya saya keluar negeri sebagai turis. Hooreeee.... :D. Norak sih, tapi tak apalah.
Di Batam, saya juga mendapatkan kesempatan belajar pajak. Semua biaya ditanggung perusahaan. Lagi-lagi saya bersyukur. Sampai saat ini, saya pun belum menemukan alasan kenapa Bapak manager memilih saya bukan staff lain yang jauh lebih senior. Mungkin ini takdir saya atau mungkin keberuntungan saya? Ya apapun itu, saya berterima kasih kepada Allah atas kehidupan yang indah ini.
Cinta? Haahhaa... ada banyak cinta datang dan pergi selama saya di Batam. Berapa ya? Em...emm...kasih tau nggak ya? Dan saya tidak berjodoh dengan salah satu dari mereka. Karena saya justru menemukan suami di kampung halaman, Semarang.
Sahabat juga turut serta menguatkan saya ketika dalam kondisi jatuh. Saya menemukan banyak orang baik di pulau ini. Manisnya hidup.
Hidup yang saya jalani di Batam memang tidak sepenuhnya mulus. Ada saatnya saya jatuh, terluka dan menangis. Tetapi saya mampu melewati semua itu. Cobaan membuat saya lebih kuat. Membuat saya lebih dewasa. Dan membuat saya lebih mensyukuri nikmat Allah.
Setelah tiga tahun di Batam, saya memutuskan pulang ke Semarang untuk kuliah lagi. Melanjutkan keinginan yang sempat tertunda. Dan inilah saya sekarang. Bersiap-siap membuat folder keramat bernama skripsi.
Life can be fun, if you really want to.
wis lulus kuliahe rung dan?
ReplyDeletelagi meh skripsi bulan ini.
ReplyDeletesemoga sesuai target, ga molor.
kamu? :D