Beberapa
hari yang lalu ada bertanya “Melahirkan sakit nggak sih mbak?”.
Hmmm... bagaimana menjawabnya. Kalau saya jawab sakit, ntar dia
takut. Kalau dijawab enggak sakit, saya bohong dong. Rasa melahirkan
itu rrruaarrr biasaaaa, cetar membahana deh.
Sabtu
23 Februari pukul 02.00 dini hari, perut sudah mulai mules-mules.
Frekuensinya belum seberapa tapi cukup membuat nggak bisa tidur.
Akhirnya bangunin suami buat ke Rumah bersalinnya. Setelah diperiksa,
ternyata belum ada pembukaan. Saya baru tau, dicek ada tidaknya
pembukaan ternyata sakit juga.
Pagi
hari, suami tetap berangka kerja. Hanya saja dia berpesan untuk
selalu kasih kabar. Kira-kira pukul 10.00 pagi keluar bercak berwarna
merah jambu, lumayan banyak sih. Ibu mengantar saya untuk periksa
lagi. Ternyata belum juga ada pembukaan. Mulesnya sih tetep. Meskipun
masih datang dan pergi begitu saja.
Pukul
11.00, mulesnya sudah berasa banget tapi pas diperiksa masih
pembukaan satu. Astagfirullah, sakit minta ampun. Lama bener proses
bukaannya. Saya hanya berbaring di ruang bersalin, menahan sakit tapi
masih bisa sms-an loh. Sahabat saya yang sudah pernah melahirkan
hanya bilang “selama masih bisa senyum apalagi tertawa, berarti
lahirnya masih lama, kalau udah nggak bisa senyum, nah itu saatnya
tiba”. Ah, masak iya sih, pikir saya. Siang sampai sore itu rasanya
lamaaaaaaaa banget. Sudah tidak ada selera makan dan selera apapun.
Yang ada di hati hanya, semoga Allah membantu saya, lahirnya normal,
lancar, ibu dan bayi sehat semua.
Hari
itu, suami pulang kerja lebih cepat, hanya bekerja setengah hari
saja. Ya iya lah, kan istrinya mau melahirkan. Sekitar pukul 18.00,
maghrib tiba, mulesnya makin sering. Namun hasil pemeriksaan masih
pembukaan empat. Aihhh... lama sekali. Mungkin karena saya kurang
berolahraga dan memang saya tidak tahan sakit. Tapi masih bisa senyum
membaca sms teman.
Pukul
21.00 pembukaan bertambah menjadi enam. Ditanya sakitnya, wow...
menakjubkan. Sejak maghrib hingga saat melahirkan, suami dan ibu
bergantian mengelus pinggang untuk mengurangi rasa sakit. Sempat saya
meminta Allah untuk melepas pinggang ini sementara, setelah nggak
sakit boleh dipasang lagi. :P Permintaan yang aneh. Saya mulai tidak
mau membalas sms, males ngobrol. Yang keluar dari mulut hanya “Bu,
sakit”. Ibu menyarankan untuk istighfar lebih banyak. Terus, terus
dan terus istighfar.
Tepat
tengah malam pukul 00.00 frekuensi sakit sudah teratur dan sering.
Sepertinya ada yang mendorong ingin keluar dari rahim, rasanya
seperti mau buang air tapi nggak bisa ditahan. Saat bu bidan kembali
memeriksa, dia berkata “sudah saatnya”, dan sang asisten
menyiapkan segala keperluan. Tiga kali ngeden, bayi kami lahir.
Tangisannya cetar membahana badai banget. Ada rasa tidak percaya
kalau saya sudah melahirkan. Bahagia banget. Alhamdulillah semuanya
normal dan sehat. Bayi kami lahir pukul 00.15 hari Minggu 24 Februari
2013. Seketika itu juga sakitnya hilang. Ajaib ya. Tapi perjuangan
belum selesai, bidan masih harus mengeluarkan ari-ari dan menjahit
“jalan keluar” bayi. Nah, bagian jahit menjahitnya agak serem
juga. Meskipun di bius, tetap saja ada rasa sakitnya. Namun, rasa
sakit itu sebanding dengan kebahagiaan yang saya rasakan. Jumlah
jahitan? Pokoknya banyak. Total sakit yang saya rasakan itu 22 jam
lamanya :D . Proses IMD (Inisiasi Menyusui Dini) dilakukan segera
setelah bayi di bersihkan, di ruangan bersalin itu juga.
Setelah
proses yang panjang, saya dipindahkan ke kamar perawatan. Pertama
yang saya tanyakan ke ibu ketika si kecil diletakkan di sebelah saya
“Bu, dia punya anus?”. Hal itu yang sering ada di benak saya
sejak pertama kali hamil. Mungkin efek kebanyakan liat berita di TV.
Semua kekhawatiran saya hilang mengetahui bayi kami normal dan sehat.
Alasan saya memilih melahirkan di bidan (bukan Rumah Sakit), saya
takut bayi tertukar atau di ambil suster abal-abal. Agak sedikit
parno karena ketika hamil, dua atau tiga kali saya lihat berita bayi
hilang di Rumah Sakit. Saya tidak berani membayangkan jika itu
menimpa saya. Tidakkkkkkkkkkkkkkkkkk....
Saya
jadi makin sayang sama ibu setelah merasakan sakitnya melahirkan.
Dulu sayang juga sih, tapi sekarang bertambah banyak. Terimakasih bu,
sudah membawa saya ke dunia dan melimpahi kasih sayang tak terhingga.
Terimakasih nak, sudah menambah kebahagiaan dan memberi semangat.
Terimakasih juga untuk semua keluarga, teman dan sahabat yang sudah
memberikan doanya.
Punya
anak lagi? Nanti dulu deh. Mungkin tiga, empat atau lima tahun lagi.